Pandemi flu merupakan peristiwa alami yang muncul dari masa ke masa. Di abad 20 peristiwa pandemi flu terjadi pada 1918, 1957 dan 1968, mengambil korban jutaan manusia di seluruh dunia. Para ahli memperkirakan pandemi flu berikutnya akan segera tiba.

Pandemi adalah epidemi suatu penyakit yang menyebar secara cepat, menulari berbagai negara di seluruh dunia. Sementara epidemi adalah peristiwa penularan penyakit secara cepat dalam satu populasi.

Efek dari pandemi flu bisa lebih berat dari flu biasa. Gejalanya lebih sederhana namun risiko kematiannya lebih tinggi. Virus flu selalu berubah, dengan karakteristik baru. Jika virus flu itu sangat berbeda dengan virus flu lainnya, maka akan banyak orang yang tidak imun, mudah terserang. Virus pun akan menyebar dengan cepat dan menjadi pandemi.

Virus flu burung hanya menyerang unggas. Ketika virus itu mampu menjangkiti manusia dan menyebabkan kematian, maka cepat atau lambat virus ini akan bercampur dengan virus flu manusia, dan melahirkan virus flu jenis baru yang berpotensi pandemis. Jika itu terjadi, maka setiap kelambanan akan membawa korban, tenaga penolong semakin hari semakin berkurang. Setiap daerah tak akan bisa membantu daerah lainnya. Jangan sampai nyawa satu desa hilang hanya karena tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Untuk itu, marilah kita bantu pemerintah dalam upayanya merancang dan mempersiapkan langkah-langkah dalam melindungi Indonesia dari ancaman pandemi. Saat pandemi terjadi, adalah kemampuan layanan kesehatan lokal beserta infrastruktur sosial-ekonominya yang menjadi sandaran utama. Masing-masing lokal memiliki karakteristik permasalahan yang berbeda, berdayakanlah lingkungan kita sesuai dengan karakternya agar lebih efisien dan cepat tepat pada sasaran.

Mengingat kondisi geografis dan ekonomis negara kita, masih banyak yang bisa dan perlu dilakukan. Upayakan setiap keluarga tahu apa saja yang harus disediakan di rumah, setiap manajer, pemimpin, kepala keluarga harus tahu apa yang patut dilakukan jika hal yang terburuk akhirnya terjadi juga...

Gejala flu burung

Nandang Surya (39), meninggal pukul 15.20 , Selasa 13 Desember, di ruang ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Soeroso, Sunter, Jakarta.
Warga Kemang Timur 11 No.76 Jakarta Selatan ini dirujuk dari RS Cilandak pada Senin 12 Desember pukul 18.20.

Nandang sempat dirawat di ruang isolasi Cempaka. Namun, karena kondisinya memburuk, sejak pukul 20.00 dirawat di ruang ICU hingga meninggalnya.

Menurut Juru bicara RSPI Dr Ilham Patu, sebelumnya almarhum menderita demam 38,5 derajat celcius dan menderita leukopenia. "sel darah putih almarhum turun hingga 3100 unit per Liter, padahal manusia normal 5000-10000 unit per liter," ujarnya
Nandang diduga kuat terkena flu burung karena virusnya memakan sel darah putih. "Tapi kita tunggu saja hasil tes WHO," kata Ilham

Infus Copot
Sementara itu keluarga korban kecewa terhadap RSPI karena tidak adanya dokter di ruang ICU untuk memberikan pertolongan kepada Nandang. "Sekitar jam 12 siang, selang infusnya lepas dan tidak dipasang lagi," ujar sepupu almarhum, Yana.
Menurut Yana, saat infus Nandang lepas di ruang ICU tidak ada dokter hanya suster saja. "Karena infusnya tidak dipasang almarhum akhirnya meninggal pukul 14.30," tuturnya.

Dokter yang bertugas di ICU Dr Renaldi, membantahnya. Rinaldi mengaku berada di RSPI sejak pukul 12.00 WIB. "Saya menduga keluarga korban tidak tahu saya dokter karena saya berpakaian putih," ujarnya.
Dijelaskan, dirinya tiba di ICU pukul 14.15. Sebelumnya ia berada di gedung yang lain. "Waktu selang infusnya copot memang tidak ada saya. Tetapi perawat berusaha mencari pembuluh darah, tetapi tidak menemukan dan kemudian menghubungi saya."

Menurut Rinaldi, Nandang meninggal pukul 15.20 dan bukan karena selang Infusnya copot. "Almarhum meninggal karena memang kondisi paru-parunya sudah buruk" ujarnya. [detikcom]

Hasil tes Nandang Surya menyatakan positif terjangkit flu burung [Tempo].

0 comments